Pertemuan dan Kehidupan Pertama #Reinkarnasi
“Nyaaaw... Ikaaan jangan lariiiii” teriak seorang laki laki mungil yang berdiri meniti di atas genting rumah
Sebuah pemandangan tak biasa, hal itu ditangkap oleh tuan muda Min yang kebetulan sedang berjalan pulang seusai melihat festival.
Hmm. Anak laki laki mengejar ikan? Di atas genting?
Sesuatu hal yang janggal namun sangat menarik, tanpa sadar tuan muda Min mengikuti pemuda itu yang terlihat sangat lincah berlari di atas genting yang tak rata, bagai kucing yang melesat dari satu atap ke atap yang lain.
“Ikaaaaan... Eeehhhh.... Aaaaahhh.....” , anak laki laki itu melompat tinggi dari satu pucuk atap dan kehilangan pijakannya.
Hupp.
Dengan tangkas, tuan muda Min menangkap tubuh pemuda itu.
Indah.
Itu yang terlintas di benaknya kala melihat sosok pemuda yang membuatnya penasaran dari dekat.
Bibirnya tebal merona merah, rambutnya hitan tebal dengan pipi merona merah, serta badan yang langsing tapi padat.
Kaget, anak laki laki itu tak menyangka akan ada yang menangkapnya.
“Tttuuuaan....” , cicitnya pelan dengan mata membola dan bibir mengerucut lucu.
Tak menjawab tuan muda Min terpesona dengan keindahan anak laki laki di dekapannya sampai dilihatnya sesuatu yang bergerak gerak pelan di puncak kepala anak itu.
Telinga? Sepasang telinga kucing menyembul di atas kepalanya.
Ah.. Pantaslah dia mahir melompat lompat.
Menyadari penolongnya menatapi kepalanya, si anak lagi laki segera melompat turun sambil berusaha menutupi telinga kucingnya.
Kalah cepat, tuan muda Min menangkap pergelangan tangannya
“Tuaan.. Ampuuun jangan bawa Jimin ke kuil. Ampun... Maaf maaaf,” katanya sambil berurai air mata.
“Kucing kecil kenapa menangis? Tak akan kuberitahu siapa siapa”
“Sungguh?” ,tanyanya sambil terisak dan otomatis berjongkok sambil terus menutupi telinganya.
“Melihat bajumu, kukira kau pelayan di suatu tempat”
Mengangguk, siluman kucing itu menunduk sambil masih berusaha tenang.
“Di.. Toko milik tuan Seokjin..”
“Ah... Pantas...”
” Mwooo.. Tuan kenal?“, jawabnya terkejut
” Siapa yang tak kenal beliau, seluruh orang di kota ini, ah bahkan di negara ini tahu siapa tuan Seokjin. Dia yang mahir berurusan dengan yang tak terlihat dan piawai mengabulkan permintaan.”
“Benaaar.. Tuan Seokjin memang pengabul permintaan”, suara riang kucing kecil kembali, mengetahui penolongnya mengenal tuannya kepercayaan dirinya kembali, dan dia sedikit lebih berani.
“Lalu apa yang dilakukan pelayannya di luar malam purnama begini?”
“Ung.. Tuan Seokjin menyuruhku melakukan sesuatu, dan aku akan pulang, kebetulan kulihat ikan gemuk dan lezat. Kupikir tak ada salahnya mengemil sedikit, ” katanya mengerucut lucu.
“Ah... “
“Ah. Tuan terima kasih menolongku. Harusnya tuan tak usah repot. Baju dan tangan tuan bisa kotor karenaku”
” Tak masalah, aku senang bisa menolong kucing kecil sepertimu”
Memerah, itu yang tuan muda Min lihat pada kucing kecil di hadapannya.
“Aduh, lucunya”
“Tuaan...”
“Baiklah, kurasa kautak apa apa. Sampaikan salamku pada tuan Seokjin humm”, katanya seraya menepuk kepala kucing itu pelan
“Nde... “
“Ah.. Siapa namamu,kucing kecil? “
“Jimin... Tuan bisa memanggilku Jimin”, serunya bangga sambil tersenyum.
Sejenak, tuan muda Min merasa nafasnya terhenti dan jantungnya berhenti berdetak. Kucing kecil di hadapannya terlihat begitu indah.
Dua matanya hilang saat dia tersenyum, dan pipinya merona bagai buah persik
“Hati hati Jimin, semoga kita bertemu lagi kapan kapan”
“Iya tuan”, kucing itu membungkuk dan berlari dengan riang, melompati pagar tinggi dan kembali berlari di atas genting rumah dengan langkah kakinya yang ringan.
Ah..
Tuan muda Min mencelos, kala menyadari ekor panjang Jimin yang bergerak seirama dengan badannya.
Menarik. Batinnya.
Kala itu, tak semua orang senang berurusan dengan siluman. Mereka dianggap penganggu dan makhluk rendahan. Tak heran reaksi Jimin seperti itu kala melihatnya, meski tak dipungkiri beberapa siluman kuat dengan wujud dan kekuatan mengerikan membuat penduduk ngeri dan tak mau berurusan dengan siluman jenis apapun. Kecuali orang orang seperti Seokjin, yang membantu dan menganggap siluman di sekitarnya adalah teman dan mitra kerjanya.
Semoga kapan kapan kita bisa bertemu lagi kucing kecil, batin tuan muda Min.
Dan kesempatan itu datang, kala ayahnya memintanya datang ke kediaman Seokjin untuk suatu urusan. Ada siluman serigala yang menganggu wilayah keluarga Min dan memakan ternaknya. Semua usaha telah dilakukan tapi tak ada hasil.
Pengawal dan semua pegawai serta penduduk di situ kewalahan dan ketakutan karena hal itu.
“Selamat datang tuan muda”, seru Seokjin tanpa mengangkat mukanya kala Min muda memasuki halaman rumahnya dan mendapati Seokjin bermain batu dan batang kayu di bawah pohon sakura yang berbunga lebat.
“Sudah kutunggu kedatanganmu, silakan duduk”,
Tuan muda Min mengangguk sopan, dan duduk di hadapan Seokjin yang mulai melempar lemparkan lagi batang kayunya dengan pelan.
“Sebutkan permintaanmu”
“Tolong bantu keluarga kami mengusir siluman serigala yang datang di wilayah utara”,
“Hmm. Mereka datang karena lebih dulu diganggu, serigala itu berkelompok dan penyuka ketenangan. Mereka tak akan repot datang berkali kali kalau memang tak ada yang menganggu”
“Keluarga kami tak pernah ada yang menganggu mereka”
“Apa kau yakin?” Suara Seokjin memelan dengan nada yang membuat siapapun pendengarnya merasa tertekan.
“Ya. Sudah kutanyai semua pegawai dan pengawal”
“Bagaimana dengan adikmu tuan? Bagaimana dia mendapat mantel leher baru, bewarna abu abu seminggu yang lalu?”
Terkejut, tuan Muda Min mendengus gusar. Kecolongan. Sudah pasti keluarganya yang bersalah.
“Lalu?”
“Mata dibayar mata, nyawa dibayar nyawa”, jawab Seokjin tenang sambil menghisap pipa tembakaunya.
“Tak adakah cara yang lain?”
“Kaupikir bagaimana cara meredakan amarah serigala jantan saat tau pasangannya dibunuh? Tuan muda Min?”
Aah... Sial...
“Pergilah ke hutan utara, ajak adikmu. Minta maaflah dengan benar. Kalau dia berbaik hati, kalian akan diampuni. Kalau dia masih sakit hati... Yah.. Kau tau sendiri”
“Tak adakah hal yang bisa membantu meredakan amarahnya, buah tangan? Misalnya?”
“Arak plum.. Arak plum membuat mereka tenang.”
“Ah.. Baiklah tuan Seokjin, bagaimana kami membayar anda atas informasi ini?”
“Tak perlu, cukup jika berhasil buatkan aku arak beras, kudengar arak beras resep keluarga Min yang terbaik.”
“Ah baiklah... Terima kasih tuan Seokjin. Saya permisi dulu”
Seokjin hanya mengangguk sambil terus melemparkan kayu yut, di meja kecil di hadapannya.
Saat akan beranjak, tuan muda Min menangkap sosok Jimin yang membawa nampan teh untuk Seokjin.
“Huh.. Menarik...”
“Ah.. Maaf..”
“Bukan apa apa”,kata Seokjin pelan, sambil melirik ke arah kelingking tuan Muda Min dan Jimin yang berdiri di belakangnya.
“Saya permisi”
Mengamalkan saran yang diberikan Seokjin, tuan muda Min menemui serigala tua itu sambil membawa serta adiknya. Di hutan utara, mereka membawa segerobak arak plum dan menulis surat permintaan maaf serta memberikan bulu serigala abu abu yang akhirnya diakui oleh adik tuan Muda Min sebagai serigala betina yang tak sengaja dibunuhnya kala berburu.
Tanpa rombongan keluarga Min ketahui, Jimin menyelinap mengikuti mereka dan penasaran dengan tuan Muda Min.
Sejak hari pertama mereka berjumpa, Jimin telah jatuh hati pada ketampanan dan kebaikan tuan muda Min yang membawanya mengikuti dan diam diam mengamati tuan muda itu dalam wujud kucingnya yang berbulu 3.
Sesuai dugaan tuan muda Min, pertemuan itu tak berjalan dengan mulus. Awalnya tuan serigala tak mau memaafkan adik tuan muda Min.
Namun setelah beberapa kali tegukan arak plum dan bujukan halus tuan muda Min, serigala tua itu setuju dengan catatan, mereka akan diberikan jatah ternak dan arak tiap bulan purnama serta tak ada yang berburu di hutan wilayah utara.
Sesaat sebelum perjanjian ditandatangani dengan cap darah masing-masing, seekor serigala muda hendak menerjang tuan muda Min.
Cepat, Jimin melangkah keluar dari persembunyiannya dan mendorong tuan muda Min ke tepi sehingga serigala itu menancapkan cakarnya pada tubuh manusia Jimin.
“Jimiiiiiin... ” reflek tuan muda itu menjerit, dan menangkap tubuh Jimin yang bersimbah darah.
“Tuan.. Suatu... Kehormatan.... Bi.. Saa... Mengenalmu..... ” kata Jimin terbata bata sambil menatap tuan Muda Min.
“Se... Belum... Aku.. Pergi... Boleh aku tahu... Namamu...? Agar ... Nanti.. Di kehidupan yang lain.. Kalau dewa mengijinkan... Aku ingin... Lahir kembali dan mengenalmu... Lebih dalam...,”
“Yoongi, min Yoongi..”, katanya sambil menekan bekas cakaran serigala menghiraukan, serigala tua yang menekan tubuh serigala muda itu ke atas tanah.
“Yoongi... Nama yang indah.. Bersinar seperti tuan...”
Mengangguk, yoongi hanya diam sambil terus berusaha membuat Jimin tetap sadar.
“Aku ... Me... Nyu..kaimu tuan....semoga ... Di kehidupan.... Berikutnya... Dewa... Membuatku... Menjadi manusia.....”
Tak bisa mengontrol air mata yang tiba tiba keluar, Min Yoongi mengangguk dan menatap ke arah Jimin.
“Aku berjanji akan menemukanmu lagi Jimin. Dan jika kau terlahir menjadi manusia. Aku akan mencarimu dan akan berteman denganmu..”
“Tuan... Mau... Uh... Berjanji...” Jimin menyodorkan kelingkingnya dengan lemah.
“Aku berjanji Jimin... Aku berjanji... Akan menemukanmu dan menemanimu di kehidupan kita selanjutnya...”
Bersamaan dengan tertautnya dua kelingking itu nafas Jimin terhenti.
Kedua matanya menutup dengan bibirnya yang tersenyum.
Min Yoongi berjanji tak akan melupakan kucing kecil itu. Tak hanya di kehidupan ini, tapi juga di kehidupan berikutnya.