Ketiga Kalinya Berjumpa pt 2


TW: -bxb -yoonmin/minyoon -ABO potensial MPreg -Mention of kill, cheat, Blood, War,Harsh Words -Kisses,hugs,and implisit sexual Scenes -Angst -MCD – #Reinkarnasi


Notes : Maafkan kalau ada kesalahan penulisan.


Jimin tahun ketiga

“Seojoon”

” Min”

” Yoongi sudah berumur lima tahun, tahun depan dia memulai pendidikannya, dan aku harap kau mau mendidiknya dan mempersiapkannya sebagai Hwarang muda”

“Tentu, Yang Mulia”

“Cih.. hentikan sarkasmu hari ini Park. Kau tahu, kita harus melakukannya. Aku sudah berhasil mengubah beberapa peraturan di sini, yang menyebutkan semua bangsawan dan keturunan raja berhak mendapatkan pendidikan sama rata, tanpa perlu melihat status mereka, untuk menciptakan banyak cendekiawan baru. Kau lihat, tak ada klan yang menentang, karena ini berarti membuka mereka untuk mengetahui lebih dalam tentang istana. Hal yang selama ini ditutupi”

“Aku tahu, justru itu aku mempertanyakan hal ini. Eksklusifitas keluarga kerajaan jadi terganggu. Kau tak masalah?”

“Mengetahui bahwa bagaimanapun aku akan terganti, hanya menunggu waktu Park. Toh aku hanya ingin meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan”

Menggertakkan giginya dan mengepalkan tangan kuat-kuat, membuat Seojon hanya bisa mengangguk menyetujui. Hati kecilnya masih tak terima jika nanti rajanya terganti, hanya karena putranya seorang Omega.

“Jimin bagaimana?”

“Baik, dia tumbuh jadi anak yang sehat dan penyayang”

“Aku juga mendengar hal itu, tapi bukan itu yang kutanyakan”

“Sama seperti apa yang kaulakukan dengan Yoongi, sedikit tinta dan rahasia, masih terkendali”

“Bagaimana?”

“Istriku yang gemar menggambar, membuat aneka gambar di badan putraku. membuatnya terbiasa melihat dan belajar aneka rupa dan bentuk. Tak ada yang heran karena kami berdua terbiasa melakukannya sejak dulu”

“Hum... menarik”

“Lalu, rencana hwarang bayangan?”

“Tetap bisa berjalan, tinggal satu langkah lagi, obat itu akan sempurna. Tahun ini akan ada perekrutan Hwarang Omega, untuk Ratu, kita akan mengujicobakan pada mereka”

“Hah?”

“Oh.. uhuk... maksudku Dayang Kerajaan, dengan beberapa kriteria khusus. Kau tahu”, raja mengedipkan satu matanya.

“Benar-benar... kau tetap melakukannya?”

“Akan kuusahakan apa yang bisa kuusahakan”

“Membuat dayang itu jadi manusia percobaan?”

“Tak ada salahnya toh bahannya juga berasal dari obat herbal yang ada”

“Ck.. lalu”

“Prosedur seperti biasa, hanya dengan tambahan pendidikan dengan tim tabibku untuk menguji coba hal ini, serta pelajaran mengenai titik vital dan mengenal racun”

“Hmm..”

“Tak ada pelatihan beladiri seperti Hwarang biasa, terlalu mencurigakan”

“Tapi kau cukup gegabah mengobrol secara terbuka denganku begini”

“Tempat teraman, sarang musuhmu. Selalu dekat dengan musuhmu Park. Kau tahu itu.”

“Ya..”

“Satu hal lagi, ajak Jimin tiap kali kau akan mengajar Hwarang muda. Biarkan Yoongi dan Jimin bertemu. Sedikit dorongan, tak kan ada salahnya. Toh bagaimanapun takdir Luna akan membuat mereka dekat”

Menghela nafas panjang, Jenderal Park melanjutkan pionnya pada papan Baduk yang terhampar di depannya. Sebuah kebiasaan baru yang dilakukannya seusai Jimin lahir. Sebuah kamuflase untuk membicarakan rencana Raja dan masa depan kerajaan.

Jimin tahun keenam

“Appa, aku siap”

“Tunggu di depan, Appa mau bicara dengan Eommamu sebentar”

“Nde, Appa”

“Yeobo..”

“Istriku..”, Jenderal Park reflek memeluk istrinya, mengusal pada lehernya dan mengeluarkan feromon untuk menenangkan istrinya, meredakan aroma asam yang diciumnya sejak semalam.

“Jimin..”

“Tenang saja, kupastikan tak akan ada yang menganggunya. Jimin anak yang kuat sayang. Lagipula pangeran Min, dan dua Putra perdana Menteri Kim akan menjadi temannya. Jimin sudah mengenal dan bermain bersama mereka sejak dua tahun lalu”

“Aku tahu.. tapi... tetap saja.... ma...”

Jenderal Park memeluk erat istrinya dan mengecup bibir istrinya dengan tenang.

“Kau sudah menutupinya dengan baik sayang, dongeng setiap malam untuk Jimin, bukan hanya sekadar dongeng. Itu cara kita mengajarkannya tentang kerajaan ini, tentang pengetahuan yang hanya diketahui calon Raja, serta cara untuk memperbarui tanda lahirnya”

Menatap ke arah mata Jenderal Park yang penuh kesungguhan, istrinya mengangguk pelan. Bagaimanapun juga, ini semua bukan hanya untuk Jimin, pada akhirnya ini semua untuk kerajaan ini.

“Apppaaaaaaaa, ayooooooooo....Yoonie Hyungie dan Namjoon Hyungie menungguku. Aku juga tak sabar bertemu dengan Tae-taeee. Apppaaaaaaaaaaaaaa”

“Pergilah. Doaku untuk kalian”, istrinya memeluknya sekali lagi dan mengecup bibirnya pelan.

Mengangguk, Jenderal Park mengelus pipi istrinya dan mencium telapak tangannya.

Tak lama Nyonya Park mengantar mereka ke depan pintu gerbang dan melihat punggung tegap suaminya yang memangku putranya di atas kuda kesayangannya berjalan menjauh.

“Semoga... Luna selalu melindungi kalian....”, bisik Nyonya Park lirih

Jimin tahun ke tiga belas

” Park Jimin... Park Jimin... Park Jimin...”

“Min Yoongi.... Min Yoongii..... Min Yoongi....”

Lingkaran manusia di pelataran akademi Hwarang terlihat ramai, seluruh siswa senior membentuk lingkaan dan menyerukan dua nama yang kini berdiri berhadapan. Min Yoongi dan Park Jimin, tengah berhadapan, masing-masing dari mereka mengenggam pedang kayu. Hari ini ada latih tanding antara kelas Junior dan kelas Senior, Jimin merupakan siswa unggulan kelas junior, pun demikian dengan Yoongi yang selalu memegang peringkat pertama di kelas senior.

Sudah bukan menjadi rahasia, kalau keduanya bersaing untuk menjadi yang terbaik di Akademi Hwarang.

“Hyaaaaaah....”

“Hyaaaaah...”

Sementara Park Jimin dan Min Yoongi sibuk menunjukkan kemampuan berpedang mereka, si bungsu keluarga Kim menyusup di antara para suporter dan menanyai satu persatu.

“Siapa?”

“Jimin...”

“Yoongi...”

“Yoongi... Yoongi...”

“Jimin...”

Tersenyum, Kim Taehyung menerima uluran pion Baduk dan menempatkannya pada dua kantung yang berbeda, Putih untuk Jimin, dan Hitam untuk Yoongi.

“Di sini kau rupanya....”, sebuah tangan terulur di antara pendukung yang riuh rendah menonton dan menjewer telinga Taehyung,

“Aduh... aduuuh...”

“Pintar sekali ya, adikku ini, mengacaukan jadwal piket dengan menaruhkan sahabat baikmu sendiri”

“Hyuuuungggg”, rajuk Taehyung pada pemilik tangan Kim Namjoon, yang juga merupakan kakaknya.

“Ck... anak nakal. sudah kubilang beberapa kali. Hentikan kebiasaanmu yang selalu bertaruh ini.”

“Tapi Hyung,,, ini sangat seru.. Lihat, jumlah pendukung mereka sama banyak, aku yakin pertandingan kali ini Jiminku yang menang. Aku sudah menemaninya berlatih minggu kemarin, sampai kami bertengkar tentang Mandu, kau tahu..”

” Ya.. ya.. tak usah dibahas, toh aku dan Yoon yang melerai kalian. Bisa-bisanya bertengkar hanya karena Mandu”

“Hanya karena.... Hyung.... makan itu penting, aku sudah kelaparan, dan Jiminie menolak makan kalau belum selesai berlatih 500 ayunan pedang... “

” Ya.. ya.... Tapi tampaknya kali ini Yoon tak akan mengalah dengan mudah”, mengendikkan dagu ke arah lapangan, keduanya melihat Yoongi dan Jimin yang bersaing dengan ketat. Saling menyerang, bertahan serta sesekali Jimin mempertontonkan keseimbangan serta kelenturan badannya menghindari serangan dari Yoongi yang terlihat tenang dan terencana.

“Kali terakhir, mereka berdua sampai matahari tepat di atas kepala. Sekarang mungkin bisa-bisa sampai senja. Jadi kau pegang siapa?”, Taehyung sekali lagi menyodorkan dua kantung ke hadapan kakaknya.

“Dasar Kau”, kekeh Namjoon pelan sambil memasukkan biji baduk berukir namanya ke kantong hitam, lalu menarik Taehyung ke sisinya untuk menyimak pertandingan itu.

Tiba-tiba..

Byur..... Hujan tuun dengan derasnya, mengusir para penonton yang segera lari kocar kacir mencari tempat berteduh di pinggir lapangan, kecuali Yoongi dan Jimin yang terlihat tak peduli dan masih terus saling melancarkan serangan masing-masing.

“Sudahlah Jiminnie, mengalahlah”, bisik Yoongi saat mendekat ke arah Jimin

“Tak akan Hyungie, kali ini peringkat pertama menjadi milikku”

“Cih percaya diri sekali kau anak kucing”

“Lihat siapa yang berbicara, Kucing tua, gerakanmu sudah tak selincah tadi, takut hujan rupanya”

“Sigh... hujan bukan kelemahanku bodoh”

“Tapi memperlambatmu Kucing Tua”, dengan satu gerakan salto yang cantik, Jimin menghindari serangan Yoongi, serta membalikkan keadaan. Yoongi salah langkah, pertahanannya kini terbuka dan Jimin mengincar lehernya. Kondisi lapangan yang berubah menjadi kolam lumpur memperlambat langkahnya, sialnya kuda-kudanya tak terlalu mantap, dan Jimin mengambil kesempatan itu. Tapi alam rupanya juga memihak Yoongi, satu langkah sebelum sampai ke leher Yoongi, Jimin tersandung kakinya sendiri dan menimpa Yoongi, yang otomatis dimanfaatkan Yoongi untuk berkelit.

Jimin jatuh berdebum di tengah kolam lumpur dan Yoongi yang bergerak untuk mengarahkan pedang kayunya ke leher Jimin, terpeleset dan jatuh menimpa tubuh Jimin.

Seolah waktu melambat, suara sorakan teman mereka hanya terdengar sayup-sayup, rinai hujan seolah melambat, dan yang dilihat Jimin, hanyalah wajah Yoongi yang hanya berjarak beberapa senti di atas wajahnya.

Merasakan perasaan aneh di dadanya, dia mengamati wajah Yoongi lamat lamat. Tampan, hanya satu kata yang ada di pikirannya. Entah sejak kapan, dia melihat Yoongi secara berbeda. Ada rasa hangat yang menelusup setiap kali jari mereka bertemu, rasa aneh di perutnya setiap kali Yoongi menemaninya belajar, dan keinginan untuk terus mencari perhatian Hyungnya itu dengan meledeknya atau terus terusan bertanya hal yang tak perlu. Merasa marah dan kecewa bahkan dengan Tae sahabatnya, jika Yoongi berbicara berdua pada Tae atau mengajarinya memanah berdua.

Apa ini?

“Hyung.....”, lirih Jimin tanpa memalingkan wajahnya, yang dipanggil pun tak berbeda, ujung telinganya memerah, nafasnya naik turun, serta berulang kali menjilat bibirnya yang kering dan meneguk ludahnya kasar. Pandangannya hanya tertuju pada satu titik. Bibir merah dan merona Jimin, yang terlihat seperti buah plum yang menggiurkan. Bagaimana rasanya? apa sama ya?

“Dan... Hasilnyaaaa SERRRRIIIIIIII!!!!!!”

Suara mengegelegar milik Kim Taehyung, seolah menyadarkan keduanya. Buru-buru Yoongi bangkit, dan menolong Jimin untuk berdiri di sebelahnya. Mengenggam tangan munggil Jimin yang pas dalam tangannya dia mengangkat tangannya ke atas.

“Selamaat.. selamaaat, kali ini kalian berdua seri wah wah. Nama kalian berdua akan terpampang bersama kali ini”, kali ini Namjoon yang berbicara sambil mengangsurkan kain kering untuk Yoongi dan Jimin yang telah menepi.

“Ya ampuuuun,,,, kalian berdua jorok sekali. “,

“Pergi bersihkan badan kalian berdua sana sana”, Tanpa malu-malu Taehyung mendorongnya ke arah pemandian Hwarang.

“Taaa ee... aku berrsihkan diri di.... aduh aduh....”

“Kamar mandi yang lain sedang dibersihkan, kalian cepatlah bersihkan diri di sini, Air panas sudah kami siapkan, khusus untuk jawara sekolah kita, sudaaah ayooooo”, Taehyung terus mendorong badan keduanya ke arah pemandian tertutup milik senior Hwarang. Tampak satu bak besar telah terisi dengan air panas, uap panasnya mengepul, terlihat nyaman setelah kedinginan saat bertarung dalam hujan.

“Selamat menikmati. Dadaaah”

” TTaaaaEEEEE...“, Jimin mencoba protes tapi badannya menolak meninggalkan tempat itu.

“Sudah lama juga kita tak mandi bersama ya, terakhir saat kita tersesat di hutan, berburu kelinci untuk kado Taehyung”, kata Yoongi tenang memunggungi Jimin dan menanggalkan bajunya yang penuh lumpur, serta memasukki bak kayu besar dengan tenang.

Meneguk liurnya kasar, Jimin melepaskan bajunya juga, dan mulai membasuh sisa lumpur di tangan dan kakinya.

“hhhaaaahhhhhhhhh........”, suara Yoongi penuh kelegaan, mau tak mau membuat Jimin tersenyum dan menoleh ke arah Yoongi. Dia pun menyusul Yoongi dalam bak, dan menenggelamkan separuh badannya dengan nyaman.

“hhhhhhhhhaaaaahhhh.... benar benar nyaman”, kamar mandi itu terasa lenggang keduanya sibuk dalam pikiran masing-masing dan merilekskan badan sambil sesekali menggosokkan kain kecil untuk membersihkan badannya.

“Jimin.... Kau...... tanda itu...” Suara Yoongi yang terdengar bergetar membuat Jimin membuka mata.

“Kenapa hyuung... Oooooh.....”

Dan keduanya terdiam menatap ke arah bahu lawan bicaranya.

yang lama tersembunyi, mulai terlihat.

Keduanya berpandangan, dan bergerak mendekat, menjulurkan tangan, menyentuh objek yang membuatnya penasaran

“Matahari...”

“Bulan...”

“Ji...”

“Hyung...”